Tekad ’94 Menoreh Bintang Dua Baru
![]()  | 
| Brigjen TNI Jadi Mayjen TNI | 
Ucapan selamat dan doa tulus kami sampaikan kepada:
- Mayjen TNI Aminton Manurung
 - Mayjen TNI Arif Hartoto
 - Mayjen TNI Primadi Saiful Sulun
 
Kenaikan pangkat ini bukan hanya simbol penghargaan atas kerja keras, integritas, dan dedikasi, tetapi juga penegasan bahwa Tekad ’94 terus melahirkan pemimpin-pemimpin terbaik bagi TNI dan Indonesia.
Semoga dengan amanah baru ini, para sahabat Tekaders semakin sukses, senantiasa diberikan kesehatan, kebijaksanaan, serta keberkahan dalam menjalankan tugas negara yang mulia.
22 Sep 2025
Syukuran Mayjen TNI Arif Hartoto
![]()  | 
| Sumber foto: google.com | 
Acara ini akan menjadi momentum kebersamaan, bukan hanya untuk mempererat silaturahmi sesama Tekad ’94, tetapi juga untuk saling mendoakan agar setiap langkah pengabdian selalu diberkahi.
Berikut undangan resmi yang disampaikan:
Undangan Resmi
Yth. Rekan-rekan Tekad ’94
Dengan hormat,
Kami memohon kehadiran rekan-rekan sekalian pada acara Syukuran Menempati Rumah Dinas serta Mohon Doa Restu untuk Melaksanakan Tugas Jabatan Baru, yang insya Allah akan dilaksanakan pada:
- Hari/Tanggal : ***
 - Waktu : ***
 - Tempat : ***
 
Susunan Acara:
- 17.00 – 17.45 : Pembacaan Yasin, tahlil, dan doa bersama
 - 18.00 – 18.30 : Shalat Maghrib berjamaah
 - 18.30 – selesai : Ramah tamah
 
(Mohon konfirmasi kehadiran)
Hormat kami,
Terima kasih. 🙏🙏
Serial Artikel: Demokrasi di Ujung Tanduk
Bagian 2 – People’s Power 2025: Dari Jalanan ke Ruang Digital
![]()  | 
| People's Power on Digital Space | 
Gelombang protes 25 Agustus 2025 bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah babak baru. Ketidakpuasan rakyat terhadap elite politik melahirkan sebuah fenomena yang kemudian populer disebut People’s Power 2025. Gerakan ini tidak hanya berwujud massa di jalanan, tetapi juga menyebar luas melalui ruang digital—menciptakan tekanan sosial-politik yang belum pernah terjadi dalam dua dekade terakhir.
Jika pada 1998 mahasiswa menjadi motor perubahan, kali ini masyarakat lintas generasi, mulai dari Gen Z hingga pekerja kantoran, bersatu dalam satu suara: mengembalikan demokrasi ke jalurnya.
Lahirnya People’s Power 2025
Awalnya, protes itu dianggap hanya sebagai reaksi sesaat. Namun, ketika tuntutan massa tidak ditanggapi, kemarahan publik justru semakin terorganisir. Berbagai komunitas, organisasi mahasiswa, serikat buruh, hingga kelompok keagamaan bergabung, menciptakan gerakan yang lebih solid.
Dalam waktu singkat, istilah People’s Power 2025 muncul di media sosial dan menjadi identitas bersama. Narasinya jelas: rakyat menolak kemewahan elite di atas penderitaan publik.
Ruang Digital sebagai Medan Baru
Jika 1998 bergantung pada media cetak dan radio, People’s Power 2025 menjadikan ruang digital sebagai arena utama. Twitter (X), Instagram, TikTok, dan WhatsApp group menjadi kanal mobilisasi massa.
Video bentrokan, orasi mahasiswa, hingga analisis ahli hukum viral dalam hitungan menit. Bahkan, muncul aplikasi mandiri yang dibuat relawan untuk memantau titik aksi, jumlah massa, dan jalur evakuasi jika terjadi bentrokan dengan aparat.
Kekuatan ruang digital ini membuat gerakan tak bisa lagi direduksi oleh narasi resmi pemerintah. Informasi melompat lebih cepat daripada klarifikasi, dan citra DPR semakin jatuh di mata publik.
Aksi Serentak Nasional
Puncak eskalasi terjadi pada 10 September 2025, ketika aksi serentak digelar di lebih dari 20 kota besar. Di Jakarta, ratusan ribu orang kembali menduduki kawasan Senayan. Di Surabaya, aksi mahasiswa bergabung dengan buruh pabrik. Sementara di Papua, demonstrasi diwarnai dengan simbol budaya lokal sebagai bentuk solidaritas.
Meski sempat diwarnai kericuhan, sebagian besar aksi berlangsung damai dengan disiplin tinggi. Fenomena ini mengingatkan publik pada People Power di Filipina 1986, tetapi dengan wajah khas Indonesia: penuh kreativitas, musik jalanan, dan poster-poster satir.
Respons Pemerintah dan Elite
Pemerintah awalnya mencoba meredam dengan retorika dialog. Namun, ketika gelombang massa terus membesar, langkah represif mulai ditempuh. Aparat memperketat pengamanan, beberapa aktivis digital ditangkap dengan tuduhan penyebaran hoaks.
Sayangnya, upaya ini justru memicu efek sebaliknya. Penangkapan aktivis digital malah memperkuat solidaritas rakyat. Gerakan People’s Power 2025 semakin mendapat legitimasi moral di mata publik.
Demokrasi Digital vs Oligarki Politik
Fenomena ini memperlihatkan benturan nyata antara demokrasi digital dengan oligarki politik. Rakyat yang dulu pasif kini memiliki saluran ekspresi baru: media sosial. Di sisi lain, elite yang terbiasa mengatur narasi lewat media arus utama mulai kehilangan kendali.
Ruang digital bukan hanya menjadi alat protes, tetapi juga ruang deliberasi. Diskusi tentang amandemen konstitusi, reformasi DPR, hingga transparansi anggaran viral di forum daring, membuktikan bahwa publik mampu menginisiasi wacana serius tanpa bergantung pada lembaga formal.
Tantangan Radikalisasi
Namun, tidak bisa dipungkiri, People’s Power 2025 juga membawa risiko. Ada pihak-pihak yang mencoba menunggangi gerakan untuk kepentingan politik praktis. Bahkan, isu-isu ekstrem dan narasi konspirasi ikut menyusup, memunculkan potensi radikalisasi.
Inilah titik krusial: bagaimana menjaga gerakan tetap berada dalam koridor demokrasi, bukan sekadar ledakan emosi yang rawan dimanfaatkan kelompok oportunis.
Peran Akmil94: Menjaga Stabilitas dan Demokrasi
Dalam konteks ini, posisi militer kembali mendapat sorotan. Publik mengingat trauma masa lalu, ketika militer sering dipakai sebagai alat politik. Namun, kali ini banyak perwira aktif menegaskan sikap netral, terutama dari kalangan Akmil94 yang sudah ditempa dengan semangat reformasi.
Generasi ini memahami bahwa militer tidak boleh masuk ke ranah politik praktis. Mereka lebih berperan sebagai penjaga stabilitas—mengamankan aksi tanpa represi berlebihan, sekaligus mendorong jalur komunikasi antara pemerintah dan masyarakat sipil.
Refleksi Strategis
Akmil94 berada dalam posisi istimewa: mereka lahir dari zaman tanpa gawai, tumbuh bersama reformasi, dan kini menghadapi era digital dengan tantangan baru. Dengan pengalaman tersebut, mereka menjadi jembatan penting antara idealisme demokrasi dan kebutuhan menjaga ketertiban negara.
Pertanyaan kunci yang kini mengemuka: mampukah perwira generasi ini mengawal demokrasi tanpa mengulang kesalahan Orde Baru?
Kesimpulan Sementara
People’s Power 2025 menunjukkan bahwa demokrasi Indonesia belum mati. Justru, rakyat sedang belajar mengambil alih kembali kedaulatan yang sempat dicuri oligarki. Ruang digital mempercepat konsolidasi, membuat suara publik tak bisa lagi diabaikan.
Namun, demokrasi tetap rapuh jika tidak diiringi kesadaran kolektif, baik dari rakyat maupun elite. Di titik ini, peran militer—khususnya generasi Akmil94—menjadi kunci: bukan untuk mengambil alih, melainkan memastikan demokrasi tetap berdiri di tengah badai.
Bagian berikutnya akan membahas bagaimana elit politik merespons People’s Power 2025, apakah memilih jalan kompromi, atau justru memperkeras benturan dengan rakyat.
21 Sep 2025
Strategi 94 di Tengah Gejolak Global
![]()  | 
| Sumber Foto: Google | 
Di balik layar, para perwira TNI yang kini menduduki posisi penting, termasuk lulusan Akademi Militer 1994, tampil sebagai pemikir strategis yang membantu pemerintah menjaga stabilitas nasional. Mereka memahami betul bahwa konflik global akan merembes ke Asia Tenggara dalam bentuk kenaikan harga energi, gangguan rantai pasok, hingga perang informasi.
Pikiran Maju, Latar Belakang Keras. Akmil 94 dikenal sebagai angkatan yang unik. Mereka adalah generasi pertama yang seluruhnya berasal dari lulusan SMA, bukan dari prajurit aktif TNI seperti angkatan sebelumnya. Latar belakang ini melahirkan corak berpikir baru: lebih terbuka, cepat beradaptasi, sekaligus kritis terhadap dinamika global.
Banyak di antara mereka kini duduk di posisi strategis di Mabes TNI, Kementerian Pertahanan, hingga lembaga internasional. Dengan pengalaman operasi dalam negeri dan pendidikan luar negeri, mereka terbiasa membaca geopolitik dari berbagai sudut pandang.
Maka ketika isu global memanas, dari perang Rusia–NATO hingga ketegangan di Laut Cina Selatan, gagasan mereka hadir dalam ruang-ruang kebijakan: menjaga netralitas Indonesia tanpa kehilangan kewaspadaan.
Mereka mendorong penguatan patroli di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), mengingat rute ini vital bagi perdagangan dunia. Selain itu, kesadaran akan ancaman siber membuat mereka aktif membangun sistem keamanan digital untuk melindungi infrastruktur kritis nasional.
“Perang hari ini bisa dimulai dari serangan ke sistem listrik atau logistik, bukan hanya dari tembakan meriam,” ujar salah satu perwira Akmil 94 yang kini menjabat di Mabes TNI.
Pandangan mereka sejalan dengan kebutuhan bangsa. Indonesia tidak boleh terjebak dalam blok-blok geopolitik, melainkan aktif membangun diplomasi dan memperkuat solidaritas ASEAN. Perwira Akmil 94 hadir dengan kesadaran ini, menempatkan diri sebagai “penjaga” ketahanan nasional di balik panggung.
Mereka bukan sekadar saksi zaman, melainkan aktor penting yang menata strategi. Dari ruang rapat intelijen, posko operasi, hingga meja diplomasi, suara mereka ikut menentukan arah langkah bangsa. Dalam konteks inilah, Akmil 94 bukan hanya catatan angkatan, melainkan bagian dari denyut nadi pertahanan strategis Indonesia hari ini.
20 Sep 2025
Ucapan Selamat untuk Rekan Akmil 94
Keluarga besar Akmil 94 kembali menorehkan kebanggaan. Beberapa rekan seperjuangan baru saja menerima amanah jabatan baru yang semakin memperluas peran dan tanggung jawab mereka di tubuh TNI maupun Kementerian Pertahanan. Setiap penugasan ini adalah bukti kepercayaan, dedikasi, dan kerja keras yang terus mereka tunjukkan sejak masa taruna hingga kini.
Jabatan Baru 
Ucapan selamat dan doa tulus kami haturkan kepada:
- 
Letnan Kolonel Cke Hamid Kiki – putra Magelang yang baru saja memperoleh promosi menjadi Kolonel dan dipercaya sebagai Analis Kebijakan Madya Bidang TIK Pusdatin Kemhan. Sosok rendah hati dan bersahaja ini kini mengemban peran penting dalam mendukung transformasi digital pertahanan.
 - 
Kolonel Inf Prasetyo – putra Jawa yang kini dipercaya sebagai Dirjianbang Akmil. Tugasnya bukan sekadar jabatan, tetapi amanah untuk membentuk generasi penerus perwira yang tangguh, disiplin, dan visioner.
 - 
Kolonel Inf Firdaus Agustiana – perwira asal Betawi yang mendapat amanah sebagai Paban Sahli Kasad. Kejujuran dan komitmen yang melekat dalam dirinya diharapkan membawa energi positif bagi setiap kebijakan di tubuh Angkatan Darat.
 - 
Kolonel Inf M. Ridwan – putra Sunda yang juga dipercaya sebagai Paban Sahli Kasad. Sosok yang tegas sekaligus hangat ini diharapkan dapat memberikan warna baru dalam peran strategisnya mendampingi pimpinan Angkatan Darat.
 - 
Kolonel Inf Sulistiyono Bawono – perwira asal Jawa yang kini menjabat Dirjianbang Secapa AD. Dengan tanggung jawab ini, beliau turut menentukan arah pembinaan para perwira pertama yang kelak menjadi tulang punggung TNI AD.
 
Keluarga besar Akmil 94 merasa bangga dan bersyukur atas pencapaian ini. Semoga sahabat-sahabat terbaik ini senantiasa dilindungi Allah SWT, dimudahkan dan dilancarkan dalam menjalankan tugas, serta senantiasa diberkahi dengan kesuksesan di masa depan.
12 Sep 2025
Serial Artikel: Demokrasi di Ujung Tanduk
Bagian 1 – Supremasi Sipil dan Trias Politica di Persimpangan Jalan
![]()  | 
| Triaspolitica | 
Demokrasi Indonesia kini benar-benar berada di persimpangan jalan. Dua puluh enam tahun setelah Reformasi 1998, janji bahwa rakyat akan kembali berdaulat terasa semakin jauh. Supremasi sipil yang idealnya menjadi roh demokrasi, dalam kenyataan justru kerap terbelit kepentingan elite. Apa yang seharusnya menjadi panggung rakyat berubah menjadi arena eksklusif bagi segelintir kelompok yang menguasai modal dan kekuasaan.
Keadaan ini makin jelas terlihat ketika tiga pilar trias politica—eksekutif, legislatif, dan yudikatif—tidak lagi berfungsi seimbang. Sebagian besar publik merasakan bahwa keputusan negara tidak lahir dari proses demokrasi yang sehat, melainkan hasil negosiasi elite yang berada di balik layar.
Supremasi Sipil: Janji dan Realita
Sejak runtuhnya Orde Baru, harapan besar bertumpu pada prinsip supremasi sipil. TNI dipulangkan ke barak, DPR dipilih secara demokratis, dan lembaga yudikatif dijanjikan independen. Namun, setelah lebih dari dua dekade, harapan itu tak kunjung terwujud sepenuhnya.
Banyak kebijakan publik menunjukkan bahwa suara rakyat tidak benar-benar menjadi acuan utama. Aspirasi yang disampaikan melalui forum resmi sering berakhir tanpa tindak lanjut, sementara kepentingan politik dan bisnis jalan terus. Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah demokrasi Indonesia hanya berhenti pada prosedur pemilu, tanpa menyentuh substansi kedaulatan rakyat?
Protes Viral 25 Agustus 2025
Puncak kekecewaan publik meledak pada 25 Agustus 2025, ketika ribuan massa mengepung kompleks DPR RI di Senayan. Mereka memprotes keputusan DPR menaikkan tunjangan anggota dewan hingga lebih dari 30% di tengah kondisi ekonomi rakyat yang semakin sulit.
Aksi ini cepat meluas ke berbagai kota besar—Surabaya, Makassar, Medan, hingga Jayapura. Bentrokan pecah di Jakarta, beberapa gedung rusak, dan aparat terpaksa menurunkan pasukan tambahan untuk mengendalikan situasi. Di media sosial, tagar #DPRPestaRakyatMenderita sempat menjadi trending nomor satu, menegaskan jurang yang semakin lebar antara elite politik dan rakyat.
Protes ini bukan sekadar soal uang, tetapi simbol kegagalan demokrasi dalam menyeimbangkan aspirasi rakyat dengan kepentingan elite.
Trias Politica yang Dibelit Oligarki
Secara teori, trias politica menegakkan prinsip check and balance. Eksekutif menjalankan kebijakan, legislatif mengawasi, dan yudikatif menjadi penegak hukum yang independen. Namun, di Indonesia, fungsi ini makin kabur.
Eksekutif kerap mendominasi dengan memanfaatkan kekuasaan politik dan birokrasi. Legislatif, yang seharusnya menjadi wakil rakyat, justru terjebak dalam politik transaksional. Sementara itu, yudikatif pun tak luput dari intervensi. Putusan Mahkamah Konstitusi pada 2023 yang mengizinkan Gibran maju sebagai calon wakil presiden meski belum memenuhi syarat usia, menjadi contoh gamblang bagaimana hukum bisa disesuaikan demi kepentingan tertentu.
Pluralisme Indonesia: Kekuatan yang Terkikis
Indonesia memiliki kekayaan pluralisme: lebih dari 17 ribu pulau, 700 lebih bahasa daerah, dan ratusan kelompok etnis. Dalam ideal demokrasi, keragaman ini adalah kekuatan besar yang memperkaya perdebatan publik dan memperluas representasi.
Namun, kenyataan sering berkata lain. Politik identitas masih menjadi senjata paling ampuh untuk menggalang dukungan. Dari Pilkada DKI 2017 hingga Pemilu 2024, isu SARA digunakan berulang kali. Bagi elite, perbedaan adalah alat untuk meraih suara; bagi rakyat, perbedaan itu justru memperdalam polarisasi sosial.
Ketika pluralisme dipolitisasi, demokrasi kehilangan esensinya. Alih-alih menjadi rumah bersama, ia berubah menjadi medan konflik kepentingan.
Akmil94: Generasi yang Berpikir Maju
Dalam situasi ini, refleksi dari berbagai kalangan sangat penting. Perwira lulusan Akmil 1994 punya posisi menarik. Mereka adalah angkatan pertama yang sepenuhnya berasal dari lulusan SMA, bukan dari prajurit yang naik jalur karier. Karakter ini menjadikan mereka generasi yang berpikiran lebih maju, terbuka pada perubahan, dan akrab dengan cara berpikir kritis.
Kini, banyak alumni Akmil94 telah menduduki jabatan penting—mulai dari komandan lapangan, staf strategis, hingga panglima daerah. Pengalaman mereka sebagai saksi langsung dinamika reformasi membuat pandangan mereka relevan untuk menilai apakah demokrasi Indonesia masih berada di jalur yang benar.
Pertanyaan besar bagi generasi ini: bagaimana menjaga netralitas militer dan sekaligus memastikan demokrasi tidak jatuh ke tangan oligarki?
Kesimpulan Sementara
Protes besar 25 Agustus 2025 menjadi alarm keras bahwa demokrasi Indonesia sedang kehilangan arah. Supremasi sipil yang digadang-gadang sebagai fondasi ternyata masih sulit diwujudkan. Trias politica yang seharusnya menahan dominasi elite malah terseret arus kepentingan oligarki.
Bagi bangsa yang plural seperti Indonesia, situasi ini sangat berbahaya. Demokrasi bisa runtuh bukan karena kudeta militer, tetapi karena pelan-pelan kehilangan kepercayaan rakyat.
Namun, catatan ini bukanlah vonis akhir. Masih ada ruang untuk perbaikan, asalkan kesadaran kolektif tumbuh dan elite mau mengembalikan demokrasi kepada rakyat. Di sisi lain, peran perwira seperti Akmil94 penting sebagai penjaga stabilitas dan penyalur gagasan kebangsaan yang lebih sehat.
Bagian berikutnya akan mengulas bagaimana People’s Power 2025 muncul sebagai reaksi rakyat, baik di jalanan maupun di ruang digital, menandai babak baru perlawanan terhadap demokrasi yang pincang.
Sosok Disiplin & Dedikasi di Balik Diplomasi Pertahanan Indonesia
![]()  | 
| Apresiasi dari Brigjen TNI Sugeng Haryadi Yogopranowo kepada Staf | 
Brigjen TNI Sugeng Haryadi Yogopranowo, lulusan Akademi Militer 1994, meskipun hanya menjabat sebagai Direktur Kerjasama Internasional Pertahanan (Dirkersinhan) dalam waktu singkat, telah menunjukkan dedikasi dan semangat kerja yang luar biasa. Sosoknya dikenal bukan hanya sebagai salah satu Kasubdit paling aktif dan bertahan lama, tetapi juga sebagai pribadi yang disiplin, pekerja keras, dan sangat serius dalam menjalankan setiap tugas yang dipercayakan kepadanya.
Kekuatan utama Brigjen Sugeng terletak pada penguasaannya yang mendalam terhadap berbagai isu di kawasan Asia, yang menjadikannya figur penting dalam diplomasi pertahanan Indonesia. Tidak hanya handal dalam mengelola berbagai kerja sama bilateral dan multilateral, beliau juga memiliki komitmen yang kuat untuk terus mempererat hubungan strategis demi kemajuan dan keamanan pertahanan nasional.
Dengan bekal latar belakang sosial politik yang kokoh serta pengalaman bertugas dalam operasi internasional, Brigjen Sugeng membuktikan bahwa profesionalisme, dedikasi, dan keahlian adalah kunci untuk membawa diplomasi pertahanan Indonesia melangkah maju dan berdaya saing di kancah global.
Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya atas segala kerja keras, pengabdian, dan dedikasi Brigjen TNI Sugeng Haryadi Yogopranowo. Semoga kiprah dan semangat beliau menjadi inspirasi bagi kita semua dalam menjaga dan memperkuat pertahanan Indonesia demi masa depan bangsa yang lebih aman dan sejahtera.
Silahkan beri komentar





