8 Sep 2025

Di Antara Framing, Tuduhan dan Pertaruhan Nama Besar

Sumber Foto Google 
Narasi yang Mengundang Guncangan. Kerusuhan Agustus 2025 membuka ruang baru bagi perang narasi. Di tengah riuh demonstrasi yang membakar jalanan Jakarta, Tempo kembali menjadi buah bibir. Sebuah video berdurasi 40 menit 57 detik beredar di YouTube dengan judul “Peran Tentara dan Pola Pelaku Kerusuhan Demonstrasi di Jakarta, ..Bocor Alus Politik.”

Video itu menuding keterlibatan TNI dalam kerusuhan. Tuduhan yang langsung menyedot perhatian, sekaligus memantik kontroversi. Pasalnya, di lapangan justru terlihat personel TNI membantu Polri: mengamati pergerakan massa, mengidentifikasi penyusup, hingga menahan eskalasi kerusuhan. Narasi darurat militer yang diselipkan dalam video itu pun terasa ganjil. "Tak mungkin Presiden dari latar TNI justru dikudeta dengan dalih darurat militer," ujar seorang analis politik yang enggan disebutkan namanya.


Jejak Dana Asing dan Pertanyaan Publik.  Kontroversi kian berlapis. Tak lama berselang, sebuah video pendek dua menit tiga puluh detik viral di TikTok dan WhatsApp. Isinya: klaim bahwa PT Info Media Digital, anak perusahaan Tempo, menerima pendanaan dari Media Development Investment Fund (MDIF) pada Juli 2024.

Pendanaan asing terhadap media bukan praktik baru. Namun, di Indonesia yang penuh sensitivitas geopolitik, kabar itu sontak memantik tanda tanya: benarkah framing Tempo soal TNI murni produk jurnalisme investigasi? Ataukah ada kepentingan eksternal yang menyusup lewat jalur pendanaan?

Potongan-potongan puzzle ini kian menarik setelah Sputnik, media Rusia, memberitakan adanya campur tangan asing dalam kerusuhan Indonesia. Benang merah yang terajut membuat sebagian pihak curiga: Tempo bukan hanya sekadar melaporkan, melainkan bagian dari operasi informasi.

Strategi Bertahan di Era Digital.  Tempo bukan pemain baru dalam industri pers. Sejak Orde Baru, majalah ini dikenal keras kepala menghadirkan laporan investigasi, meski harus berulang kali dibredel. Kini, di era digital, mereka menghadapi tantangan berbeda: bagaimana tetap relevan ketika ruang opini publik dibanjiri berita cepat, viral, dan sensasional.

Jawabannya, Tempo tampaknya memilih tetap tajam, bahkan bila harus memantik guncangan. “Berita yang biasa saja akan tenggelam,” kata seorang mantan redaktur Tempo. “Di zaman ini, hanya narasi yang mengguncang yang bisa bertahan.”


Kesimpulan: Nama Besar yang Dipertaruhkan.  Tempo, dengan segala reputasi dan sejarahnya, berada di persimpangan. Di satu sisi, mereka berjuang menjaga identitas sebagai media watchdog yang merdeka. Di sisi lain, tuduhan framing, jejak dana asing, dan pusaran narasi global menuntut mereka mempertaruhkan nama besar yang telah dibangun puluhan tahun.

Satu hal pasti: Tempo tetap berupaya menjaga eksistensinya, meski harus berdiri di tengah arus deras opini bebas yang bisa sewaktu-waktu mengguncang fondasi kepercayaan publik.




Silahkan beri komentar 

0 komentar: